Untuk Sumiarsih dan SugengSURABAYA - Sehari kemarin suasana tegang sangat terasa di Rutan Medaeng, Sidoarjo. Petugas kepolisian, kejaksaan, dan petugas rutan sibuk mempersiapkan eksekusi terhadap dua terpidana mati, Sumiarsih dan Sugeng. Sejak Selasa (15/7) lalu, ibu dan anak pembunuh keluarga Letkol Mar Purwanto pada 1988 itu menjalani isolasi sebelum menghadapi regu tembak.
Sejak pagi, sekitar sepuluh orang berseragam polisi dan bersenjata lengkap terlihat berjaga-jaga sekitar sepuluh meter dari Rutan Medaeng. Mereka bergerombol di pinggir jalan sambil mengawasi gerak-gerik orang yang melewati jalan tersebut. "Kami ditugaskan tiga hari ini (sejak Selasa, Red). Setelah ini selesai," kata seorang petugas yang sedang berjaga.
Di lingkungan rutan dan Kejaksaan Tinggi Jatim berkembang informasi bahwa Sumiarsih akan dieksekusi pukul 00.00 dini hari tadi. Namun,
Jawa Pos yang terus
nyanggong di dua institusi tersebut tak melihat tanda-tanda akan dilakukan eksekusi. Bahkan, ketika mendekati pukul 00.00, petugas pengawal dari kepolisian dan petugas keamanan rutan sudah dikurangi. Hingga pukul 00.30 juga tidak ada tanda-tanda kedua terpidana mati itu dibawa keluar dari Rutan Medaeng.
Sempat berkembang kabar bahwa eksekusi diundur hingga nanti malam atau Sabtu dini hari besok. Hal itu diperkuat dengan belum tibanya pembimbing rohani Sumiarsih, Yani Lim. Gembala yang ditunggu-tunggu Sumiarsih itu rencananya datang ke Medaeng pagi ini.
Asisten Intelijen Kejati Jatim A.F. Darmawan tak mau bicara soal waktu eksekusi. "Itu rahasia," katanya. Begitu juga Kasi Pidum Kejari Surabaya Roch Adi Wibowo. "
No comment. Itu perintah pimpinan," ujarnya.
Kesibukan yang sama terlihat di Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSU dr Soetomo. Sejak pagi kamar jenazah itu sudah melakukan persiapan menerima kedatangan jenazah Sumiarsih dan Sugeng. Dua peti mati juga sudah dipersiapkan. Lingkungan kamar jenazah disterilkan.
Biasanya, jalan menuju kamar jenazah digunakan tempat parkir mobil dokter. Tapi, kemarin tak ada mobil yang boleh parkir di sana. ''Tadi pagi (kemarin, Red) juga ada tiga petugas yang datang ke sini. Mereka melihat-lihat situasi di kamar jenazah ini dan minta disterilkan,'' kata salah seorang petugas kamar jenazah.
RSU dr Soetomo juga menyiapkan tim untuk menangani hal itu. ''Ya, tiap hari
kan ada dokter jaga dan dokter supervisor. Jadi, tak ada persiapan khusus,'' kata dr Slamet Riyadi Yuwono DTM&H MARS, direktur RSU dr Soetomo.
Kemarin Slamet memerintahkan mereka siaga di tempat selama 24 jam. Mulai dokter, petugas kamar jenazah, hingga sopir ambulans. ''Kami menyiagakan ambulans untuk mengantarkan jenazah dari kamar mayat ke rumah duka atau tempat pemakaman,'' katanya.
Slamet belum tahu siapa yang akan mengangkut jenazah dari lokasi eksekusi ke kamar jenazah RSU dr Soetomo. ''Saya hanya diminta menyiapkan dari kamar mayat ke rumah duka atau pemakaman,'' paparnya. ''Tapi, kami juga menyiapkan bila sewaktu-waktu diperlukan,'' tambahnya.
Mengenai jalur pengangkutan jenazah, Slamet menyerahkan sepenuhnya ke kepala Instalasi Kedokteran Forensik. Tapi, berdasarkan pengalaman Astini (juga terpidana mati kasus pembunuhan) dulu, wartawan sempat dikecoh. Saat itu, setelah dibersihkan, jenazah Astini dibawa ke ambulans melalui pintu tembusan.
Sementara itu, sejak kemarin pagi Sugeng menerima banyak tamu dari orang-orang terdekat. Sekitar pukul 11.30 Rose Mey Wati, adik Sugeng lain bapak, terlihat memasuki rutan bersama Felicia (pacar Sugeng) dan dua anaknya. Di sana perempuan yang akrab dipanggil Wati itu bertemu Sugeng sekitar satu jam.
Jawa Pos mendapatkan informasi bahwa pertemuan Wati dengan Sugeng dipermasalahkan kejaksaan. Alasannya, keluarga Wati dianggap telah membocorkan rencana eksekusi kepada para wartawan. Akhirnya, kejaksaan membatasi pertemuan Wati dengan kakak iparnya itu selama 30 menit saja.
"Ini tidak adil. Tidak ada hak bagi kejaksaan membatasi. Itu hak keluarga sebelum pelaksanaan eksekusi," kata pengacara Sugeng, M. Soleh.
Tidak lama kemudian, Rachmawati Peni Sutantri, anggota DPRD Jatim, datang untuk mengunjungi Sugeng. Politikus PDIP itu disebut-sebut sebagai cinta pertama Sugeng pada saat sekolah di SMPN 02 Jombang. Karena itulah, Sugeng memasukkan namanya ke dalam daftar nama yang boleh mengunjunginya.
Namun, Sugeng tidak berani mengungkapkan perasaannya kepada Peni. Dia memanggil Peni dengan sebutan Kamelia. "Waktu acara syukuran, Sugeng pernah menyanyikan lagu Kamelia di atas panggung yang sebenarnya ditujukan kepada Peni," kata seorang sumber tepercaya.
Karena itulah, dalam permintaan terakhirnya, Sugeng ingin bertemu dengan Ebiet G. Ade sebagai pencipta lagu
Kamelia yang pernah menjadi sandaran perasaannya. Saat keluar rutan, Peni menandaskan bahwa dia bukanlah pacar Sugeng. "Saya teman sekolahnya dulu. Teman se-geng," katanya. Namun, pertemuan yang berlangsung singkat itu sempat diwarnai suasana haru. Baik Sugeng maupun Peni sama-sama menangis.
Saat mengunjungi Sugeng, Peni membawa air zamzam, kurma, dan sebuah tasbih. Barang itu diserahkan langsung kepada Sugeng. "Dia (Sugeng) sudah siap
kok untuk menerima kenyataan hidupnya," kata anggota Komisi E DPRD Jatim tersebut. Dalam pertemuan itu, Sugeng memberikan kenang-kenangan dua bunga bonsai yang selama ini dirawatnya di Lapas Porong.
Menurut Peni, Sugeng juga sempat menyinggung lokasi pemakamannya. Menurut dia, Sugeng telah bersedia dimakamkan di Malang, berdekatan dengan makam ibunya, Sumiarsih. Tetapi, mereka tidak diletakkan dalam satu tempat karena alasan beda agama. "Sugeng tidak
ngotot lagi minta dikubur di Jombang," ungkapnya.
Sementara itu, Soetedja Djajasasmita, anggota tim pengacara Sumiarsih, mengatakan, upaya hukum telah tertutup. Kejaksaan Negeri Surabaya sudah mengeluarkan surat penolakan permohonan penundaan eksekusi. "Saya mendapatkan tembusannya Rabu siang (16/7). Diterima rekan saya Joko Sumarsono," ungkap pengacara yang sejak 1993 mendampingi terpidana mati Sumiarsih itu.
Yang diharapkan untuk menunda eksekusi, kata Soetedja, adalah sebuah mukjizat. Mukjizat itu bisa berwujud turunnya surat dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk dua terpidana mati itu. Apalagi sebelumnya Sumiarsih dan Sugeng secara pribadi telah mengirimkan surat permohonan penundaan eksekusi kepada presiden.
Menurut Sutedja, LBH Surabaya dan beberapa orang di Komnas HAM ikut mendorong agar presiden segera menjawab surat pribadi dua terpidana mati itu. Sebab, waktu eksekusi sudah dekat. Selain dua terpidana sudah menandatangani berita acara pemberitahuan dan permintaan terakhir, regu tembak juga tinggal menunggu perintah kejaksaan. "Waktu eksekusinya belum disebutkan secara jelas oleh kejaksaan," ungkap Sutedja.